Senin, 11 Juli 2011

Sampah !! Peluang Bisnis atau Musibah

sampah saat ini memang menjadi pekerjaan rumah buat pemerintah indonesia yang masih jadi "bunga tidur" para pemegang kebijakan di kementrian KLH hingga ke level kelurahan bahkan RT.


jika kita mau melihat sekali lagi masalah yang timbul "sampah" bisa memiliki 2 arti, yakni menjadi musuh yang harus kita perangi / bersihkan atau menjadi peluang bisnis untuk masyarakat.


hari ini penulis ingin sekali membagikan sedikit pengalaman dari hasil perjalanan sewaktu masih aktif di LSM Lingkungan. sebelum bercerita ada baiknya kita saksikan cerita sukses dari seorang yang sederhana namun menjadi terkenal bahkan menjadi dan memberikan nafkah untuk orang banyak gara - gara bermain dengan sampah. ( yang akan kita bahas adalah sampah plastik ).



Dalam bukunya "An Inconvenient Truth", mantan Wakil Presiden AS, Al Gore, mengatakan, diperkirakan 500 milyar sampai 1 trilyun kantung plastik digunakan di seluruh dunia setiap tahun. Di AS saja, diperkirakan 12 juta barel minyak bumi dibutuhkan untuk memproduksi 100 milyar kantung plastik setiap tahun. Padahal, butuh waktu 1000 tahun untuk membuat sampah kantung plastik hancur dan terurai.."
berikut cerita sukses ibu kasmi dengan teamnya "Happy Trash Bag"
sumber : disini gambar dari : ibu ester
 IBU KASMI memang makhluk yang amat langka. Betapa tidak? Limbah sampah dari bekas bungkus kemasan kopi bubuk, bekas pasta gigi (odol) dan bekas tas plastik (tas kresek) bisa dia ’sulap’ menjadi produk kerajinan tas berkualitas ekspor!
Dari limbah bekas bungkusan itu, wanita sederhana yang tinggal di kawasan Pisangan Barat Ciputat itu bisa menembus pasar ekspor hingga Amerika, Dubai (Uni Emirat Arab), Australia dan Singapura. Nilai ekspornya pun nggak main-main.

Omzet penjualan perbulan dari ekspor tas berbahan bungkusan bekas itu ke Singapura dan Dubai saja mencapai sekitar Rp 30 jutaan perbulan. Itu baru ke Singapura dan Dubai. Lantas berapa omzet ke Amerika dan Australia?
“Untuk omzet ke Amerika dan Australia, nggak usah disebutin angkanya deh. Malu!” kata Ibu Kasmi, seperti dilansir buku “10 Pengusaha UKM Penggugah Inspirasi” karya Agung Budi Santoso, dkk. Selain ke luar negeri, omzet jutaan rupiah juga tercetak dari penjualan di dalam negeri. Ibu Kasmi tak menjual tas-tas produknya di sembarang tempat.
Di dalam negeri, tas-tasnya ‘mejeng’ di etalase-etalase bergengsi antara lain Hero Supermarket, etalase kerajinan tangan di Hotel Kristal Jakarta, serta 15 toko-toko dan supermarket terkemuka lainnya di Jakarta dan sekitarnya.
Suksesnya menjadi wirausahawan unik dengan memanfaatkan limbah bekas bungkusan itu sampai menarik perhatian Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Para istri dubes dan staf-stafnya sampai penasaran, hingga bertandang ke rumahnya yang berlokasi tak jauh dari gedung Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang. Entah sudah berapa penghargaan dia terima dari berbagai departemen dan instansi pemerintahan lantaran usahanya yang mendatangkan inspirasi namun juga ramah lingkungan.
“Sayang banget kan, kalau bungkus kopi, bungkus minyak goreng dan tas kresek yang kondisinya masih bagus itu cuma jadi tumpukan sampah? Padahal kalau dimanfaatkan bisa jadi tas-tas bagus seperti ini,” ujar Ibu Kasmi memamerkan tas-tas bikinan dia dengan label The Happy Trash Bag.
Yang menarik, usaha kerajinan tas berbahan limbah yang dikelola Ibu Kasmi tidak semata-mata berorientasi bisnis. Itu terbukti dari kalangan karyawan yang dipekerjakan, semuanya adalah siswa-siswa Sekolah Luar Biasa (SLB). Ada yang tuna rungu, ada pula yang tuna wicara, sebagian lainnya adalah karyawan dari kalangan ibu-ibu rumah tangga kurang mampu yang tinggal di sekitar rumahnya. “Misi usaha saya semenjak awal memang membuat mereka (siswa-siswa SLB) itu punya jiwa mandiri dengan ketrampilan yang mereka miliki,” tuturnya.
Entah sudah berapa kali, Ibu Kasmi dihubungi oleh perusahaan-perusahaan produsen bubuk kopi, pasta gigi dan minyak goreng yang menawarinya kerjasama, namun ditolaknya. Wanita gigih ini ditawari pasokan bungkus-bungkus produk-produk mereka yang benar-benar masih baru dan jelas-jelas kondisinya bersih, tapi semua itu tak membuatnya tergoda. “Bagaimana kalau Ibu Kasmi kami pasok kemasan bungkus yang masih baru dengan harga lebih murah dibanding harga pemulung?” kata Kasmi, menirukan tawaran dari perusahaan terkait.
Namun Kasmi selalu menolak secara tegas. “Saya selalu memilih membeli bungkus-bungkus bekas kemasan dari para pemulung. Biar kondisi bungkusnya agak kotor, dan harus dibersihkan dulu, nggak masalah. Ya, itu tadi, ini bukan semata-mata bisnis, tapi juga sosial,” tuturnya.
Pendek kata, usaha Kasmi memang punya misi untuk memberdayakan pemulung, anak-anak pelajar SLB dan wanita dari keluarga miskin.
Bahannya Murah Meriah, Menjelma Jadi Barang Mahal
KARYA tangan dingin Ibu Kasmi memang menakjubkan. Sebuah produk tas cantik berbahan bekas bungkus kopi bubuk bisa menembus pasar Amerika, Dubai, Singapura dan Australia dengan harga bervariasi, sesuai ukuran. Untuk tas berukuran M misalnya, dibanderol dengan harga Rp 75 ribu. Sementara yang ukuran S dijualnya seharga Rp 55 ribu. Adapun yang ukuran L diekspornya seharga Rp 85 ribu.
Tentu harga tas-tas itu lebih miring untuk pasaran dalam negeri. Produk yang sama dijualnya seharga Rp 20 ribu (ukuran S), Rp 40 ribu (M) dan Rp 50 ribu (L). Tentu tas-tas mungil itu cukup mendatangkan keuntungan menarik bila ditilik dari biaya produksinya yang murah meriah. Coba bayangkan! Ibu Kasmi membeli bahan baku dari pemulung seharga Rp 5 ribu untuk perkilogram bekas bungkus kopi.

Sementara dari tiap kilogram bahan baku dari pemulung itu bisa dijadikan 4 buah tas mungil. Itu artinya, biaya bahan baku untuk tiap tas hanya sebesar Rp 1.250. Namun masih ada biaya kecil-kecil lain sebesar Rp 5 ribu guna membeli pita dan kain tipis untuk pelapis bagian dalam, yang masing-masing tasnya berbiaya sekitar Rp 5 ribu. Singkat cerita, total biaya untuk tiap tasnya hanya Rp 6.250. Di luar biaya itu, masih ada biaya ongkos produksi, yakni gaji bulanan para karyawannya yang berjumlah enam orang. “Biaya makan siang anak-anak tentu nggak terlalu saya hitung. Wong mereka itu anak-anak (asuh) saya sendiri,” ujarnya. Biaya lainnya, tentu komponen ongkos pengiriman. Luar biasa bukan? Dari sebuah produk tas berbiaya murah meriah itu bisa menjelma menjadi produk tas kualitas ekspor seharga Rp 55 ribu – 85 ribu.
Tas Kresek Pun Ikut Mendunia!
SELAIN tas berbahan bekas bungkus kopi, Ibu Kasmi juga mengolah bekas tas plastik (ibu-ibu rumah tangga biasa menyebutnya ‘tas kresek’) menjadi produk tas mempesona. Anda tentu tak asing lagi kan, dengan tas plastik yang diberikan cuma-cuma saat berbelanja di swalayan, minimarket atau supermarket?
Barangkali tas plastik bekas berbelanja begitu menumpuk di rumah hingga terbuang-buang percuma. Namun di tangan Kasmi, lagi-lagi bisa disulap menjadi produk spektakuler! Sebuah tas berbahan bekas tas plastik dieskpornya ke luar negeri dengan banderol Rp 50 ribu pertas. Sementara untuk pasaran dalam negeri bisa terjual Rp 30 ribu per tas. “Bahan bakunya ya dari tas plastik bekas berbelanja. Artinya, saya kumpulin sendiri tas-tas plastik yang saya dapat sehabis berbelanja di mal atau swalayan. Jadi enggak beli bahan bakunya. Kalaulah beli, belinya di mana? Mana ada orang jual bekas tas plastik,” ujarnya, setengah bertanya. .

Wanita yang pernah menjadi juru masak (koki) di Kedubes Australia itu mengerjakan kerajinan tas berbahan bekas tas plastik itu dengan gaya santai. “Ngerjainnya sambil nonton teve, atau ngobrol ngalor-ngidul sama ibu-ibu tetangga,” katanya. Untuk produk tasnya yang satu ini nyaris tak berbiaya bahan baku, kecuali ikatan dari serat bambu untuk memperkuat bodi tas. “Kalau bambu, paling cuma berapa harganya. Di sekitar rumah juga banyak,” katanya. Kasmi memang tak bisa mengkalkulasi persis berapa biaya tenaga kerja. “Habis, niat saya kan justru memberdayakan tenaga kerja anak-anak (SLB) dan ibu-ibu kurang mampu,” timpalnya.
Selain berbahan limbah plastik, Kasmi juga membuat tas berbahan bekas kemasan pasta gigi (odol). Dari pemulung, dia belanja bahan baku bekas pasta gigi itu seharga Rp 5 ribu perkilogramnya. Tiap kilogram bekas kemasan odol bisa dijadikan dua tas cantik dengan permukaannya yang putih mengkilap. Memang tampak mengkilap, karena yang ditonjolkan di bagian luar adalah kemasan odol di bagian dalam yang berwarna putih perak mengkilap itu. Biaya produksi lainnya adalah pita dan kain pelapis bagian dalam tas senilai sekitar Rp 5 ribu untuk tiap tas. Dengan bahan murah meriah itu, produk tasnya yang satu ini terjual laris manis dengan banderol Rp 150 ribu.
Wanita kelahiran Solo itu memulai debut usaha uniknya itu dari iseng-iseng. Wanita berusia setengah abad itu awalnya cuma mengisi waktu ketika dia mengantarkan putrinya ke sekolah pada 1987 silam. Sembari menunggu jam pulang sekolah putrinya, Kasmi iseng-iseng merajut, eh ternyata bagus juga!
Nyaris tak ada limbah plastik yang sia-sia di tangannya, mulai dari bekas bungkus mie instan, deterjen, snack, kopi bubuk, minyak goreng, dll. Praktis, usaha sebenarnya sangat ramah lingkungan karena membantu mengurangi tingkat pencemaran, terutama polusi sampah plastik yang sulit membusuk. Kini, usaha kerajinannya yang dia namai Group of Deaf People (karena karyawannya anak-anak SLB tuna rungu) bisa memproduksi 3.000-an buah tas dan 500 boneka dalam sebulan dengan omzet puluhan juta rupiah.
Tawaran Gaji Rp 10 Juta Ditolak
ANEHNYA, semua kepintaran Kasmi memanfaatkan sampah plastik menjadi produk kerajinan cantik dan mahal itu dipelajarinya secara otodidak. Belakangan, ketrampilannya itu menarik perhatian sebuah kantor kedutaan asing di Jakarta yang beritikad merekrut dia sebagai tenaga ahli dengan gaji Rp 10 juta perbulan. Dengan gaji menggiurkan itu, Kasmi mendapat tugas untuk menularkan ilmunya itu dengan menjadi pengajar di sebuah lembaga yang dikelola kedutaan tersebut di Pondok Indah.
“Tapi tawaran itu saya tolak dengan halus. Gajinya memang sangat menggoda sih, tapi gimana dengan usaha saya, kalau saya jadi orang kantoran? Bagaimana pula nasib anak-anak SLB yang menggantungkan hidup dari usaha ini?” tanyanya. Kasmi malah membuka kursus kerajinan. Diilhami putrinya, lembaga itu memberikan prioritas kepada siswa tunarungu. Kini ratusan siswa telah menimba ilmunya tanpa ia pungut biaya satu sen pun. “Saya ingin mereka tidak dikucilkan,” kata ibu tiga anak ini.
Untuk mempromosikan produknya, Kasmi rajin mengikuti pameran, antara lain pameran di Hotel Soultan (dulu Hotel Hilton) Jakarta. Beberapa pameran eksklusif kerap diikutinya, seperti di Australian Woman Association. Selain produk tas, dia juga membuat boneka. Bahkan inovasinya sampai berbentuk dompet dan tas berbahan koran. Melihat animo pasar yang besar, ia kemudian mengganti bahan bakunya dengan kertas yang dilaminating. “Setelah itu, saya berpikir kenapa tidak dari sampah?” Belakangan, dia lantas memanfaatkan bekas bungkus mie instan. Itulah kisah wanita inovatif sekaligus penyelamat lingkungan dari pencemaran. (agung budi santoso)

dengan keberanian sedikit, akhirnya penulis silaturahmi ke rumah ibu kasmi ( ini terjadi kurang lebih 2 tahun yang lalu ), berikut laporan pandangan matanya :
jam menunjukkan 14.30 di siang hari yang lumayan terik di daerah jembatan besi. rencananya hari ini mau pulang ke ampera dengan istri tapi ternyata baru ingat kalo hari ini ada janji temu dengan ibu kasmi di daerah ciputat.
so sekalian jalan deh...tapi istri ditengah jalan minta pulang langsung kerumah. mau tidak mau dia harus pulang naik taksi karena untuk dapet janji dengan ibu kasmi takut gak ada kesempatan lagi karena sosok ibu yang mulai melakukan produksi tas dari sampah plastik pada tahun 80an itu langka karena beliau sudah bisa mengekspor limbah plastik yang disulap jadi tas belanja,tikar dll sudah bisa mencapai luar negri..keren kan. buat yang pertama kali ke tempat beliau agak sulit cari alamatnya di jl sd inpres no 79 ciputat yang dekat dengan UIN karena lokasinya masuk ke dalam.
tiba dilokasi saya diminta langusung naik ke atas dimana tempat produksi tas - tas dari sampah plastik itu berada. alangkah terkejutnya ketika diatas ternyata sosok pelaku daur ulang sejati ini terlihat sederhana dan ramah sekali padahal kita baru kali pertama bertemu. sekilas terlihat ada pembicaraan dengan karyawannya dengan menggunakan bahasa isyarat..jangan-jangan...dan ternyata benar, rata-rata karyawan yang bekerja disini adalah orang-orang yang memiliki kekurangan indera pendengaran atau disebut dengan Group of the deaf people. wow...jadi terlintas di benak, kita saja yang lengkap secara fisik belum bisa berarti banyak apalagi bisa membuat kreasi yang menembus negara lain. dilantai banyak berserakan tas plastik yang sudah siap kirim ke dubai,amerika dll.
strategi pemasaran yang dilakukan menggunakan pameran - pameran yang diawali di kedubes,hotel dan distibusi mall / supermarket sebagai pelaku retail dimana kita bisa menemukan produk ibu kasmi di beberapa mall dijakarta karena jika dijual di pasar retail dijamin tidak laku katanya. orang indonesia belum bisa menghargai kreasi dari sampah. trus untuk kegiatan produksi semua dijamin dikerjakan dengan tangan dan bukan industri konveksi jadi ada pengaturan dalam jumlah pesanan "tandas ibu yang memiliki 3 putra-putri dimana salah satu dari anaknya menderita tuna rungu. ( dalam hati mungkin ini alasan kenapa ibu kasmi memperkerjakan karyawannya dengan kebanyakan dari penderita tuna rungu)...semangat yang luar biasa.

tidak terasa waktu sudah menunjukkan 17.15 dimana batas waktu para karyawan selesai bekerja, akhirnya kami turun ke ruang tamu untuk sekedar minum teh namun pembicaraan kita belum selesai karena masih banyak di kepalaku ini pertanyaan untuk bisa ikutan dalam mata rantai daur ulang sampah plastik yang cukup menjanjikan.
dari obrolan bisnis melenceng ke arah sosial kehidupan dimana ibu kasmi juga ternyata banyak menjadi jembatan kepada orang-orang yang kurang mampu dan yang membutuhkan bantuan seperti operasi bibir sumbing,pengadaan fasilitas penunjang sekolah dimana berasal dari koneksi dari bisnis sampah plastik ini.
jika ada niat dan kemauan team ini juga bisa memberikan pelatihan tentang cara membuat tas sampah plastik ini apalagi untuk SLB pasti bisa di utamakan namun harus menunjukkan keseriusan..tuturnya.

menutup pembicaraan kita, saya mengajukan kemungkinan untuk menjadi pemasok sampah plastik yang dibutuhkan untuk produksi dan coba-coba nawar harga minimum pesanan tas sampah plastik itu ( hehe namanya juga usaha). yang jelas beliau menyambut baik jika ada kelompok pemuda atau komunitas yang ingin belajar sambil mencari peluang usaha dari daur ulang ini yang penting kejujuran.

terima kasih ibu kasmi, mungkin lain waktu teman-teman bisa singgah kesini, itu terkhir ucapan pamit kepada beliau.
Alamat kontak:
Ibu Kasmi
The Happy Trash Bag (Group of The Deaf People)
UKM pembuatan tas dan boneka berbahan bekas seperti sachet sabun, bekas kopi bubuk, kantong plastik bekas (shopping bag), bekas kemasan minyak goreng, dll oleh pelajar Sekolah Luar Biasa (SLB).
Jl. SD Inpres No 79 RT 02 RW 09 Pisangan Barat Ciputat Telp (021) 749. 6784
 
tujuan penulis disini adalah ingin memberikan informasi dan berbagi pengalaman kepada seluruh warga rw 06 khususnya untuk bagaimana menyikapi "sampah" yang masih jadi persoalan. harapannya adalah dari uraian diatas kita bisa memanfaatkan peluang bisnis atau pemberdayaan ekonomi kepada warga terutama kepada organisasi kepemudaan,PKK atau forum pemuda lainnya karena merekalah penggerak roda organisasi terdepan.

"Tulis, Aksi dan Inspirasi banyak orang".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan Masukan silahkan

Arsip Blog

Pengikut

Linkedin

Kontributor