Rabu, 10 Juli 2013

Dewan Kota DKI Jakarta, Kelurahan Wijaya Kusuma

Pengantar ; dengan sistem otonomi di tingkat propinsi, DKI Jakarta tidak memiliki DPRD tingkat II, namun ada institusi Dewan Kota, yang anggotanya satu orang mewakili satu Kecamatan. Penulis membuat tulisan ini, pada saat penyampaian visi dan misi sebagai calon anggota Dewan Kota, Oktober 2003 lalu. Saat ini, tengah diproses pergantian anggota Dewan Kota yang memiliki masa jabatan 5 tahun, banyak hal belum dituntaskan, dan perlu diselesaikan terutama menyangkut sistem kerja yang mengatur kewenangan Dewan Kota ini, ditulis dalam 2 bagian ; 1. tulisan ini yang menjadi pemikiran awal (saat penyampaian visi dan misi ), 2. tulisan diakhir jabatan dan menjadi catatan untuk diperbaiki pada masa selanjutnya. Semoga bermanfaat
Jakarta sebagai sebuah kota perdagangan telah dimulai sejak Sunda Kelapa menjadi Pelabuhan Kerajaan Pajajaran yang kemudian menjadi Jayakarta pada tanggal 22 Juni 1527, setelah direbut Raden Fatahillah[i]. Cikal bakal wilayah ini sebagai salah satu pusat perdagangan penting di Pulau Jawa terus berkembang melewati beberapa pemerintahan Kolonial Belanda, Jepang, masa awal kemerdekaan hingga saat ini sebagai Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sebagai wilayah terbuka sejak beberapa abad lalu, Jakarta hidup dan berkembang dalam suasana multikultur dengan sektor perdagangan sebagai pekerjaan utama kebanyakan masyarakatnya. Kendati dalam perkembangan selanjutnya, Jakarta sempat diisi oleh berbagai kawasan/daerah industri (pengolahan/perakitan, dsj ), namun saat ini perkembangan yang ada telah menjadikan Jakarta kembali sebagai sebuah kota yang mengarah pada Kota Jasa.
Sebuah Kota Jasa pada dasarnya merupakan sebuah wilayah yang menjadi pusat pelayanan berbagai kebutuhan masyarakat yang berbasis perdagangan, industri keuangan dan pariwisata dengan segala infra strukturnya. Karenanya, Jakarta masa depan, merupakan sebuah Kota yang sangat mengandalkan kemampuan infra struktur yang baik, pemerintahan yang bersih dan tingkat ketertiban yang tinggi dengan kondisi sosial masyarakat yang kondusif sebagai sebuah Kota Jasa yang mengandalkan pendapatan daerahnya pada berbagai retribusi & pajak yang dipungut dari ragam aktifitas yang ada didalamnya. Kesemua itu, tentu saja harus diarahkan bagi tingkat kompetisi dalam skala global dan dengan tetap memperhitungkan Jakarta sebagai Ibukota Negara yang relatif lebih rentan terhadap dinamika masyarakat pada tingkat nasional.

Tantangan menuju sebuah Kota Jasa saat ini tentunya meliputi banyak hal, dalam pengadaan infra struktur misalnya, didalamnya akan mencakup mulai dari pembenahan tata letak sebuah kota hingga ketersediaan sarana komunikasi dan energi yang dibutuhkan oleh berbagai institusi perdagangan dan jasa. Hal ini masih harus dibarengi dengan pembenahan pembenahan lain di sektor penegakan hukum, pembinaan masyarakat multi kultur hingga penataan pelayanan publik dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. Deretan tantangan lain yang bersifat linier seperti kesejahteraan masyarakat, pengelolaan perekonomian daerah hingga optimalisasi fungsi aparat menjadikan perencanaan komprehensif sesuatu yang mutlak dan pemilihan prioritas akibat keterbatasan yang dimiliki harus dilaksanakan secara bijak.
Selain itu, terdapat persoalan yang tidak sepenuhnya dapat diatur oleh Jakarta sendiri karena kondisi yang dimilikinya. Hal ini menyangkut persoalan kordinasi dengan pemerintah pusat dan wilayah pendukung (botabek). Sebagai sebuah Ibukota Negara, dalam banyak hal DKI Jakarta tidak berwenang untuk langsung mengatur teritorial tertentu yang berada di wilayahnya, dimana hal ini tentu saja menjadi kendala tersendiri dalam perencanaan Jakarta sebagai sebuah kota. Jakarta juga memiliki ketergantungan tertentu dengan wilayah pendukungnya ( botabek ) karena keterbatasan lahan yang dimilikinya, mengakibatkan perencanaan Jakarta sebagai sebuah kota, dalam beberapa hal, harus menyesuaikan diri dengan perencanaan kota lain ( botabek ).
Salah satu hal strategis untuk menghadapi tantangan tantangan pengembangan Jakarta saat ini adalah memberikan ruang publik yang lebih luas dalam setiap proses pembangunannya yang diharapkan berdampak pada peningkatan partisipasi langsung setiap komponen masyarakat dalam setiap tahapan pengembangan Jakarta. Pembukaan ruang publik yang luas bagi terjadinya interaksi sosial beragam komponen masyarakat diharapkan dapat menumbuhkembangkan wacana masyarakat sekaligus mensistematisir aspirasi yang berkembang agar lebih cepat terakomodasi dalam proses pengembangan Jakarta yang pada gilirannya akan mengoptimalkan hasil pembangunan Jakarta yang akomodatif terhadap masyarakat penghuninya.
Pembentukan Dewan Kota, pada dasarnya difahami sebagai salah satu alat untuk pembukaan ruang publik yang lebih luas sebagaimana dimaksud diatas, yang karenanya paling tidak terdapat 3 peran penting yang harus dilakukan oleh institusi ini ;
1. Advokasi
2. Katalisasi
3. Sosialisasi
Peran advokasi merupakan upaya untuk mendampingi setiap komponen masyarakat dalam memperoleh hak yang dimilikinya yang dianggap belum didapatkannya. Advokasi merupakan proses sejak munculnya sebuah masalah tertentu dalam masyarakat hingga tercapainya kesefahaman karena berbagai sebab yang memunculkan masalah tersebut. Katalisasi merupakan rangkaian upaya untuk melakukan koordinasi dan segala komunikasi yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa setiap tahapan pembangunan yang dilakukan telah sesuai dengan arah yang diinginkan, sedangkan sosialisasi merupakan proses penyebarluasan informasi tertentu kepada masyarakat tentang regulasi dan beragam perkembangan guna mengeliminir kesalahan dalam setiap gerak langkah pembangunan akibat ketidakfahaman akan aturan dan perkembangan yang ada serta merupakan salah satu proses pemberdayaan masyarakat umumnya. Secara praktis, peran dasar ini kemudian mewujud dalam proses pengawasan dan konsultasi antara pemerintah sebagai pelaksana pembangunan dengan institusi ini[ii], ataupun dalam berbagai forum dengan institusi lain yang dimungkinkan dalam menyelesaikan masalah masalah kemasyarakatan, seperti DPRD I dan Dewan Kelurahan maupun forum forum yang melibatkan masyarakat secara langsung di dalamnya.
Jakarta Barat, satu dari enam Kotamadya/Kabupaten yang ada di DKI Jakarta, memiliki penduduk 1.904.191 jiwa yang bermukim di 56 Kelurahan yang terbagi pada 8 Kecamatan. Kepadatan penduduk 15.127 jiwa/km2, dengan Kecamatan Tambora ( 43.665 jiwa/km2 ) sebagai wilayah terpadat dan Kecamatan Kembangan ( 8.289 jiwa/km2 ) sebagai wilayah dengan kepadatan terendah [iii]. Masyarakat Jakarta Barat, juga terdiri atas ragam etnik berbeda dimana empat suku bangsa merupakan jumlah terbesar, yaitu ; Betawi & Jawa (29% ), Sunda ( 16% ) dan Cina Keturunan ( 13% ), selebihnya terdapat Suku Minang, Batak, Madura, Melayu, dll. Mayoritas penduduk hidup sebagai karyawan/buruh ( 76 % ) dan wiraswasta ( 18% ) yang berpendidikan terakhir SLTA ( 35 % ), SD ( 26% ) dan SLTP ( 23% ) [iv].
Dengan konfigurasi sedemikian, maka dibutuhkan suatu upaya intensif, untuk memperbesar persamaan dalam perbedaan dan memperkecil perbedaan dalam persamaan, untuk meningkatkan optimalisasi peran masyarakat dalam setiap proses pembangunan dan pelaksanaan peran Dewan Kota Jakarta Barat. Dan dengan mayoritas penduduk bertaraf pendidikan tingkat menengah ke bawah menjadikan peran sosialisasi, khususnya, menjadi sangat penting dilakukan dalam format format sederhana namun efektif dalam frekwensi yang ketat.
Selain itu, peran katalisasi yang dapat mewujud dalam setiap kordinasi Dewan Kota, tidak akan hanya terbatas pada kordinasi dengan jajaran Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat, namun harus dilakukan juga dengan Dewan Kelurahan untuk mempertajam analisis permasalahan maupun untuk kepentingan eksplorasi pemecahan alternatif, serta DPRD Dati I DKI Jakarta untuk maksud yang sama. Khusus untuk kordinasi dengan DPRD I DKI Jakarta, selain besifat kordinatif sebagaimana dimaksud, juga untuk menuntaskan permasalahan kemasyarakatan yang tidak dapat diselesaikan di tingkat Dewan Kota karena keterbatasan wewenangnya.
Jakarta, Maret 2003
Abdul Aziz, SE .

untuk wilayah kelurahan wijaya kusuma akan diwakili oleh bapak suharyanto dari RW 03 yang juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Jasa Keuangan Wijaya Kusuma. selamat dan sukses untuk melanjutkan proses berikutnya.

keberadaan dewan kota di negara maju menjadi sangat penting sebagai garda terdepan koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah khususnya dengan keterwakilan orang sipil. di negara maju seperti amerika dan inggris walikota dalam pelaksanaan pembangungan harus meminta atau konsultasi dengan dewan kota dari masing - masing daerah yang diwakilinya. seperti pengajuan dewan kota washington untuk kampanye "Ganja untuk Medis" dan hasilnya dilegalkan untuk penggunaan medis.

dewan kota diharapkan menjadi penangkap aspirator masyarakat untuk menjadikan daerah lebih maju dari ekonomi, sosial, budaya dan hankam. masih banyak anggapan dewan kota hanya kepanjangan tangan dari walikota atau DPRD DKI artinya tidak bisa berbuat banyak dan melakukan apa-apa karena semua hanya akan jalan atas izin DPRD DKI Jakarta. 

kami warga RW 06 siap membantu khususnya penulis untuk dapat mensosialisasikan program dewan kota melalui sosial media dan Jurnalis Warga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saran dan Masukan silahkan

Arsip Blog

Pengikut

Linkedin

Kontributor