Jumat, 15 Juni 2012

Panwaslu Berani Gak ?

Jakarta Panitia Pengawasan Pemilu (Panwaslu) provinsi DKI Jakarta bergerak bersama Satpol PP DKI Jakarta menurunkan berbagai atribut pasangan cagub pilkada DKI Jakarta karena di luar masa kampanye. Panwaslu bermaksud menunjukkan birokrasi di Jakarta bersikap netral, tidak mendukung salah satu pasangan cagub.

"Hari ini mari kita buktikan bahwa birokrasi itu netral, tidak hanya menurunkan alat peraga milik nomor dua, tiga, empat, lima, dan enam, tapi juga nomor satu," kata Ketua Panwaslu DKI Jakarta, Ramdansyah, di Balaikota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (14/6/2012).

Panwaslu juga menindak ormas ataupun sejenisnya yang mendukung salah satu pasangan dalam bentuk atribut tersebut, maka akan diturunkan juga. "Apabila ada atribut dukungan dari ormas atau pendukung lain yang melanggar, tentu harus kita tindak," tegas Ramdansyah.

Panwaslu memberikan pengecualian untuk atribut pasangan cagub yang berada di gedung pendukung atau sekretariat pendukung. Menurut Panwaslu, atribut di sekretariat pendukung bukan kampanye melainkan identitas pemilu.

"Yang tidak boleh diturunkan adalah alat peraga yang dipasang di kantor pendukung atau sekretariat seperti sekretariat di Jalan Borobudur, Jalan Diponegoro, Tebet, Mampang, Warung Buncit, dan lainnya. Jadi beberapa titik di sekretariatan tidak boleh diturunkan karena sebagai lambang identitas pemilu," ujar Ramdansyah.

Sebelumnya, Panwaslu menilai alat peraga yang terpasang saat ini merupakan pelanggaran pelaksanaan pilkada karena belum memasuki masa kampanye. Masa kampanye sendiri adalah tanggal 24 Juni hingga 7 Juli 2012, berdasarkan rekomendasi pertemuan antara Panwaslu, Satpol PP, dan tim sukses setiap pasangan calon.

2 komentar:

  1. Jakarta Pilkada DKI Jakarta akan digelar 11 Juli mendatang. Sejumlah praktek kotor perlu diwaspadai yakni politik uang menjelang pencoblosan. Ada 2 modus yang kemungkinan besar akan dilakukan. Apa saja?

    "Ada dua modus, pertama serangan 'dhuha', yaitu detik-detik terakhir sebelum masuk TPS," jelas peneliti divisi korupsi politik ICW, Apung Widadi saat berbincang, Senin (9/7/2012).

    Dhuha ini merujuk pada waktu antara pukul 08.00-10.00 WIB, saat orang tengah bergerak ke TPS. Biasanya, saat itu tim sukses bergerak melancarkan aksi.

    Sedang modus yang kedua yakni modus pasca bayar. Nah, ada alat yang digunakan dalam praktek ini, yakni telepon seluler. "Dan yang kedua, modus pasca bayar, yaitu, waktu pemilih masuk TPS dia bawa HP lalu foto kertas suara yg udah di coblos itu ditunjukan sama timses pasangan calon tertentu. Lalu uangnya dikasihkan, jadi pasca bayar," jelas Apung.

    Sedang metode lama namun perlu diwaspadai yakni serangan fajar, hal ini biasanya digerakkan koordinator lapangan atau koordinator kelompok dari timses masing yang bergerilnya nyebar uang.

    "Mencegah hal itu semua, Panwas jangan seperti macan ompong, harus bergerak. Selama ini kan terkesan mandul," tuturnya.

    Ada 6 pasang cagub dan cawagub yang akan bertarung di Pilkada DKI. 4 Calon diusung partai dan 2 calon independen. Mereka akan memperbutkan sekitar 7 jutaan suara pemilih.

    BalasHapus
  2. TEMPO.CO, Jakarta - Moh Khadafi Muslim, seorang anak lelaki berumur 15 tahun, kedapatan ikut menyumbangkan suaranya di pesta demokrasi DKI Jakarta yang digelar hari ini, Rabu, 11 Juli 2012.

    Ia sempat mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 059, Tanah Merah RT 01/08 Rawa Badak Selatan Koja, Jakarta Utara.

    Dalam kartu pemilih tertera usianya 19 tahun, dengan tahun kelahiran 1993. Padahal anak itu mengaku lahir tahun 1997.

    "Umur saya baru 15 tahun. Saya juga tidak pernah daftar pemilih," kata Khadafi di TPS.

    Khadafi yang masih berstatus pelajar ini baru naik kelas 3 SMP swasta muslim di daerah Koja. Anak tersebut bisa ikut mencoblos karena memperoleh kartu pemilih dan undangan untuk memilih. Namanya juga tercantum di daftar pemilih tetap.

    Menurut ibu Khadafi, Umiyati, putranya tidak didaftarkan saat pendataan calon pemilih karena belum memiliki KTP dan belum genap 17 tahun. Justru, kakak Khadafi, Indah, yang tidak terdaftar.

    "Padahal ia sudah berumur 19 tahun, punya KTP, dan sudah didaftarkan sebagai pemilih, malah tidak masuk DPT," kata Umiyati.

    Ayah Khadafi, Sukrat, yang juga adalah anggota KPPS tempat anak itu mencoblos mengetahui sebelumnya anaknya mendapat kartu pemilih. Namun ia tetap membolehkannya mencoblos karena Khadafi dapat kartu pemilih.

    "Saya nggak tahu kenapa bisa dapat kartu pemilih. Tapi karena ada kartu pemilih, dia saya bolehkan mencoblos," kata Sukrat.

    Sanuri, Ketua KPPS TPS 059 Tanah Merah, baru mengetahui Khadafi berumur 15 tahun setelah anak itu mencoblos. Sanuri mengatakan pihaknya akan melakukan pencabutan surat suara milik Khadafi.

    Kejadian seperti ini tidak diperhitungkan sebelumnya. Enam saksi di TPS tersebut setuju untuk mencabut surat suara itu. "Tapi pencabutan itu ada mekanismenya," kata Sanuri.

    Harus ada hitam di atas putih untuk pencabutan dan si anak akan ditanya apa yang dia coblos di bilik suara. "Kami sudah melapor ke petugas pemilihan kecamatan (PPK) Koja dan KPUD Jakarta Utara," ujar Sanuri.

    BalasHapus

Saran dan Masukan silahkan

Arsip Blog

Pengikut

Linkedin

Kontributor